Tampilkan postingan dengan label hutan adat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hutan adat. Tampilkan semua postingan

Senin, 28 September 2009

Hutan di Gunung Lawu Terbakar

Minggu, 27/09/2009 19:15 WIB
Hutan di Gunung Lawu Terbakar
Lokalisir Api, Pohon di Sekitar Titik Kebakaran Ditebangi
Rois Jajeli - detikSurabaya



Gunung Lawu (Ist)

Ngawi
- 1.000 angggota Polri, TNI, Perhutani dan dibantu masyarakat diterjunkan untuk melokalisir api yang membakar hutan di lereng Gunung Lawu. Cara yang dilakukan dengan menebangi pohon-pohon di sekitar titik lokasi kebakaran.

"Pohon-pohon kita tebangi, agar api tidak merembet lebih luas lagi," kata Kapolres Ngawi, AKBP Budi Sajidin saat dihubungi detiksurabaya.com, Minggu (27/9/2009) petang.

Budi mengatakan, sebanyak 500 personel Polri, 250 personel TNI, 35 orang dari Perhutani, dan dibantu masyarakat sekitar 500 orang berada di lereng Gunung Lawu, bahu membahu menebangi pohon untuk melokalisir api.

Kebakaran tersebut, membuat petinggi TNI dan Polri, seperti Kapolwil Madiun Kombes Pol Achmadi, Kapolres Ngawi, AKBP Budi Sajidin, Danrem, Dandim turun ke lokasi.

"Memang api sudah mulai reda, tapi kita tidak ingin api merembet luas," jelasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, si jago merah mengamuk terlihat pukul 14.00 WIB di Ngrayudan Kecamatan Jogorogo Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, Sabtu (26/9/2009).

Lokasi lereng Gunung Lawu yang terbakar berada di petak 39 dan 40 Resor Pemangkuan Hutan Manyul, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Lawu Utara, KPH Lawu. Areal hutan yang terbakar ini termasuk wilayah Dusun Kembang, Desa Girimulyo, Kecamatan Jogorogo, Kabupaten Ngawi.

(bdh/bdh)

Rabu, 26 Agustus 2009

Spesies Terancam Punah

109 Spesies Terancam Punah
Rangkong badak


KAMIS, 20 AGUSTUS 2009 | 08:09 WIB

JAMBI, KOMPAS.com - Sebanyak 109 spesies dalam hutan restorasi Harapan Rainforest di perbatasan Jambi-Sumatera Selatan terancam punah. Hal itu disebabkan menurunnya kerapatan pepohonan dalam kawasan hutan tersebut.

Penelitian yang dilakukan selama 15 bulan di kawasan restorasi ekosistem Jambi-Sumatera Selatan menunjukkan, terdapat ratusan jenis hewan dan tumbuhan terancam punah di kawasan ini, yaitu 293 spesies burung, 154 mamalia, 27 amfibi, 42 reptilia, dan 444 spesies pohon.

Asisten Riset PT Restorasi Ekosistem Indonesia Harapan Rainforest Wili Rombang mengatakan, dari seluruh spesies tersebut, 109 di antaranya terancam punah, terdiri atas 70 spesies burung, 23 spesies mamalia, 4 spesies amfibi, 1 spesies reptilia, dan 11 spesies tanaman terancam punah.

”Sangat disayangkan jika spesies yang seharusnya dilindungi tersebut sampai punah,” ujar Wili, Rabu (19/8).

Ia melanjutkan, dibutuhkan upaya pemulihan yang melibatkan peran manusia secara lebih alami. Upaya pengembalian fungsi lingkungan tersebut, menurutnya, juga melibatkan peran alami satwa sebagai faktor regenerasi alami.

Burung rangkong

Ia mencontohkan, burung rangkong badak (Buceros rhinoceros) berperan besar menyebarkan buah dan melakukan regenerasi ratusan jenis pohon yang sebelumnya pernah ada dalam Harapan Rainforest, yang merupakan eks hak pemanfaatan hutan (HPH) PT Asialog.

Terdapat sembilan jenis rangkong hidup di sana, di antaranya rangkong gading dan rangkong badak yang memiliki sarang di pepohonan tinggi.

Berkurangnya jenis pohon-pohon tinggi membuat terjadinya peningkatan migrasi burung.

Untuk itu, pihaknya mengupayakan penempatan 20 sarang buatan untuk rangkong pada sejumlah titik di kawasan restorasi. Sarang buatan itu terbuat dari tiga jenis bahan, yaitu serbuk kayu yang dipadatkan, drum plastik, dan drum seng yang dipotong menjadi dua.

Pilihan ketiga jenis bahan tersebut adalah untuk menilai yang paling disukai rangkong sebagai tempat singgah. Pengetahuan jenis pohon yang tumbuh sebelumnya, membuka peluang ketersediaan sumber pakan bagi hewan.

Menurut Wili, butuh 3 sampai 5 tahun hingga rangkong mau menempati sarang buatan. Selain rangkong, penyebaran biji dan benih juga dibantu jenis burung penyebar biji-bijian, seperti merpati, kutilang, dan burung pemakan buah. (ITA)


Sumber : KOMPAS

http://sains.kompas.com/read/xml/2009/08/20/08090352/109.spesies.terancam.punah

Senin, 17 Agustus 2009

Buka Hutan Adat, Kalpataru Terancam

Izinkan Buka Hutan Adat, Kalpataru Terancam Dicabut
SENIN, 10 AGUSTUS 2009 | 17:15 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com- Kementrian Lingkungan Hidup saat ini tengah mempelajari dugaan penyelewengan dari salah satu penerima Anugerah Kalpataru 2009. Jika terbukti bersalah, kemungkinan besar anugerah yang diberikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu akan dicabut.

Demikian dikatakan Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar dalam jumpa pers di tengah-tengah Rakornas Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat.

"Saya kecewa ketika mendapat berita ada penerima Kalpataru yang tindakannya mengotori jiwa penerima Kalpataru," kata Rachmat di Jakarta, Senin (10/8). Namun, ia tidak bersedia menyebutkan penerima Kalpataru yang bersangkutan.

Berdasarkan catatan Kompas.com orang yang dimaksud Rachmat Witoelar adalah DM, salah satu Ninik Mamak Negeri Enam Tanjung di Riau. Dia telah mengizinkan pembukaan hutan adat di Desa Buluhcina, Kabupaten Kampar, Riau. Akibatnya, ribuan batang pohon yang berumur di atas 50 tahun di hutan wisata tersebut tumbang.

DM sendiri merasa dirinya tidak bersalah. Ia berpendapat pembuatan jalan sepanjang tiga kilometer dengan lebar 20 meter yang membelah hutan. Tujuannya, untuk mengeluarkan masyarakat Desa Buluhcina dari keterasingan. Gubernur Riau sendiri merasa tidak dihubungi dalam perizinan.


ONE

http://sains.kompas.com/read/xml/2009/08/10/17151454/izinkan.buka.hutan.adat.kalpataru.terancam.dicabut