VIVAnews - Belum selesai penanggulangan bencana banjir bandang di Pidie, Aceh, bangsa Indonesia kembali harus menghadapi bencana lainnya akibat curah hujan yang tinggi. Bencana banjir bandang kembali menerjang Paniai, Papua, 26 Maret 2011 lalu.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bencana beruntun yang melanda wilayah Indonesia, mulai dari Pidie, Medan, Ciamis, Bojonegoro, Gorontalo, dan sebagainya. Dampak yang ditimbulkan cukup besar.
Tak hanya korban jiwa, BNPB mencatat kerugian material dari bencana beruntun ini adalah 311 rumah rusak berat, 163 rusak ringan, 92 hektar lahan pertanian rusak, 5 kilometer rusak, 9 jembatan rusak berat, 6 jembatan gantung rusak berat, 2 sekolah rusak, 11 rumah ibadah rusak.
Demikian pula halnya dengan, banjir bandang di Ciamis, Dampak yang ditimbukan adalah 3 orang meninggal. Pengungsi mencapai 1.511 orang yang tersebar di 45 titik pengungsian.
Bencana terakhir, banjir di Kabupaten Paniai, Provinsi Papua. Semula, Wakil Presiden Boediono menyebutkan bencana ini sebagai banjir bandang dengan korban tewas 13 orang. Namun, Bupati Paniai, Naftali Yogi mengonfirmasi dan menyatakan banjir tersebut terjadi karena meluapnya danau Tigi.
Tingginya curah hujan di wilayah ini sejak Januari lalu makin menaikkan ketinggian air. Hingga 18 Maret lalu, air danau mulai meluber ke pemukiman warga. Bukan hanya merendam kota Enarotali ibukota Paniai, tapi juga 10 distrik lainnya. "Dari 10 distrik, 7 distrik yang paling parah terendam air setinggi 2-4 meter," jelas Naftali.
Tak hanya merendam pemukiman warga, air juga menggenangi landasan pacu di Bandara Paniai juga sepanjang kurang lebih seratus meter. "Meski sebagian tergenang air, tapi bandara masih bisa dipergunakan. Sementara dermaga di danau hancur total," ungkapnya.
Mengenai korban yang meninggal, ucap Bupati sesuai, data yang berhasil diperoleh hanya 10 orang saat menggunakan speed boat di danau dan kemudian diterjang ombak besar.
BNPB kemudian memaparkan kronologi tewasnya 10 warga Paniai tersebut. Pada tanggal 26 Maret 2011, sebanyak 14 orang masyarakat dan kepala desa di distrik Kebo, Kabupaten Paniai belanja material bangunan dengan menggunakan perahu.
"Transportasi antar distrik banyakdilakukan dengan menggunakan perahu karena permukiman berkembang di sekitar Danau Tigi," jelas Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB.
BNPB juga mencatat ada sekitar 6000 warga Paniai yang harus mengungsi dan membutuhkan bantuan makanan dan pakaian bersih.
Dalam rapat rapat koordinasi Gubernur se-Belajasumba (Bengkulu, Lampung, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung) di Jambi, Wapres Boediono menyatakan bencana Paniai ini sebagai peringatan bahwa Indonesia merupakan daerah rawan bencana. Untuk itu, dia pun meminta semua kepala daerah bersama rakyat tetap waspada.
"Kita tidak tahu bencana itu kapan menimpa kita dan pengalaman dunia menunjukkan bahwa kesiagaan sangat penting," kata Boediono.
Mantan Gubernur Bank Indonesia ini lantas mengambil contoh bencana gempa dan tsunami yang melanda Jepang, 11 Maret lalu. Negara yang paling siaga menghadapi bencana seperti Jepang saja kewalahan. "Dan masih banyak yang belum selesai penanganannya," kata Boediono.
Untuk itu, tegasnya, semua struktur dan tim pengamanan bencana beserta masyarakat melaksanakan latihan yang berkesinambungan dalam menghadapi bencana. "Saya menggarisbawahi masalah kesiagaan menghadapi bencana ini," kata dia.
***
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di sejumlah daerah sudah mengeluarkan peringatan mengenai cuaca buruk yang melanda Indonesia. Kepala BMKG Maritim Teluk Bayur, Amarizal memperkirakan cuaca tak bersahabat di sejumlah wilayah Sumatera akan terus terjadi sampai April mendatang.
Dia mengatakan, cuaca tak menentu ini disebabkan karena pergerakan semu matahari di daerah khatulistiwa. "Kondisi ini menyebabkan daerah yang berada di titik terendah ini mengalami curah hujan ekstrim,” ujar Amarizal.
Siklus semu matahari ini menyebabkan tekanan udara di daerah khatulistiwa menjadi rendah sehingga kecepatan angin melebihi normal. Angin kencang ini memicu siklus penguapan dan besarnya gelombang di perairan laut Sumbar.
Kondisi ini membahayakan nelayan, juga petani. "Kondisi ini tentu akan berpengaruh bagi nelayan karena perubahan cuaca ini bisa terjadi sewaktu-waktu," ujarnya.
BMKG Surabaya pun mengingatkan hal yang sama. Beberapa hari ke depan, potensi hujan lebat disertai angin kencang, guntur dan petir terjadi di Surabaya dan sekitarnya.
Dijelaskan, situasi antara masa pencaroba menuju kemarau bisa memicu munculnya awan dengan hembusan angin berkisar antara 9–45 km per jam. "Ini akan terjadi dalam bulan pancaroba hingga di bulan Mei mendatang," lanjutnya.
Prediksi BMKG, sampai Mei angin yang berhembus bisa mencapai kisaran mengkhawatirkan dengan kecepatan bervariasi antara 65 sampai 90 km per jam.
Kondisi ini, tidak hanya terjadi di Surabaya, melainkan sudah meluas di wilayah Jawa Timur. Prediksi BMKG Juanda menyebut, sebagian wilayah Jawa Timur pada bulan April 2011 masih berada pada musim penghujan menuju pancaroba.
Sementara untuk cuaca di Surabaya dan sekitarnya dalam 7 hari kedepan umumnya berawan dan hujan. Angin dari arah Barat Laut ke Barat Daya dengan kecepatan 0,5 sampai 45 km per jam. Dan, suhu udara antara 24 sampai 34 derajat Celsius. (SJ)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar