Kamis, 02 Juni 2011

Dieng: Gas Mematikan, dan Faktor 'Ngeyel'

Dieng: Gas Mematikan, dan Faktor 'Ngeyel'
Gas beracun tak hanya ke luar dari kawah Gunung, tapi juga rekahan-rekahan tanah.
KAMIS, 2 JUNI 2011, 06:56 WIB
Elin Yunita Kristanti

VIVAnews -- Tercatat dalam sejarah bencana Indonesia: Tragedi Sinila 20 Februari 1979. Kala itu Gunung Dieng erupsi, mengeluarkan gas beracun, setidaknya 149 warga tewas.

"Saat tragedi Sinila, penduduk yang tewas justru karena tercegat gas yang ke luar dari rekahan tanah," kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Surono kepada VIVAnews.com, Rabu 1 Juni 2011 malam.

Dijelaskan Surono, meski kali bukan Sinila, melainkan Kawah Timbang yang aktif, potensi bahaya tetap ada. Tak hanya gas yang ke luar dari kawah, banyak kantong gas beracun yang belum diketahui keberadaannya. "Rekahan itu sudah ada sejak lama, mengeluarkan gas. Saat ini gempa-gempa yang terjadi menambah tekanan gas dalam rekahan sehingga ke luar lebih banyak."

Lalu, apa yang bisa dilakukan, apalagi gas CO2 dan karbonmonoksida tak bisa dideteksi rupa dan baunya? Beda dengan sulfur yang masih bisa diketahui dari bau. "Pengungsian, itu satu-satunya cara antisipasi, karena barangnya (gas) tidak kelihatan," tambah Surono.

Namun, tak semua masyarakat mematuhi imbauan untuk menjauh dari kawasan 1.000 meter dari Kawah Timbang. "Kalau diminta mengungsi jangan nantang. Masih banyak juga yang ngeyel," kata Surono.

Untuk diketahui, sebagian warga Desa Sumberejo, misalnya, masih menolak meninggalkan rumahnya. Mereka bersikeras bahwa wilayahnya cukup jauh dari mulut kawah Timbang atau berjarak sekitar 2 kilometer.

Tak hanya itu, berpegang pada masa lalu, warga meyakini Kawah Timbang cenderung bergerak ke utara atau selatan dari mulut kawah. Kalaupun ada pelepasan gas beracun, biasanya terjadi pada sore hingga dini hari. Gas beracun akan hilang dengan sendirinya jika permukaan tanah menghangat karena sinar matahari.

Menurut Surono, itu keyakinan yang salah. "Jangan percaya masa lalu, nyawa jadi taruhannya," kata dia. "Kalau meninggal bisa ngubur sendiri tidak apa-apa, ini ngajak temannya. Ngeyelnya itu yang keterlaluan, pokoke karep," kata Surono.

Persoalan ini yang dirasa Surono paling berat. "Lebih berat dari mengurus gunung."

Bagaimana jika dilakukan evakuasi paksa? "Ini kan sifatnya antisipasi, kalau dilakukan evakuasi paksa, terus tidak terjadi apa-apa malah dituduh melanggar HAM," jelas dia.

Status Gunung Dieng naik menjadi Siaga pada Minggu 29 Mei 2011 pukul 20.45 WIB. Status Dieng sebelumnya telah dinaikan dari Normal menjadi Waspada pada 23 Mei 2011 pukul 14.00 WIB. (sj)

• VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar