Minggu, 08 Agustus 2010

Beijing Disengat Cuaca Panas Terparah

Beijing Disengat Cuaca Panas Terparah
Gelombang udara panas masih akan terjadi di kawasan utara China, termasuk Beijing
RABU, 28 JULI 2010, 11:48 WIB
Renne R.A Kawilarang, Harriska Farida Adiati
Polisi berpakaian sipil (kiri dan kanan) berjaga di Lapangan Tiananmen, Beijing (AP Photo/Elizabeth Dalziel)

VIVAnews - Beijing tengah mengalami musim panas terpanjang sekaligus terparah dalam satu dekade terakhir. Gelombang panas yang menyengat penduduk di ibukota China itu diperkirakan berlanjut hingga Jumat esok.

Bulan ini saja Beijing mengalami sepuluh hari yang sangat panas di siang hari. Itu merupakan periode terpanjang selama bulan Juli dalam sepuluh tahun terakhir. Suhu udara rata-rata di Beijing bisa mencapai 35 derajat Celcius.

"Udara panas dan lembap akan berlangsung hingga Jumat. Hujan akan mendinginkan kota pada akhir pekan," kata kepala divisi prakiraan cuaca di Badan Meteorologi Beijing, Sun Jisong, Selasa, 27 Juli 2010, seperti dikutip dari laman kantor berita pemerintah China,
Xinhua.

Badan Meteorologi mengatakan, udara panas masih akan terjadi di kawasan utara China, termasuk Beijing, Tianjin, Kawasan Otonomi Xinjiang, dan Kawasan Otonomi Inner Mongolia, serta provinsi Shanxi dan Hebei, dalam tiga hari mendatang.

Beijing dan Tianjin menjadi kota dengan konsumsi listrik paling tinggi karena warga setempat pendingin udara sepanjang waktu.

Pariwisata dan padang rumput di Inner Mongolia juga terkena dampak gelombang panas. Padang rumput biasanya menjadi tempat sejuk untuk berisitirahat dari hawa panas bagi penduduk. Namun bulan ini, padang rumput mengering dan layu karena temperatur udara yang bisa mencapai 40 derajat Celcius.

Ma Yongsheng, deputi direktur biro wisata setempat, mengatakan jumlah wisatawan yang berkunjung ke padang rumput di Inner Mongolia pada Juli merosot dari periode sama tahun lalu dengan hanya sekitar 20 juta turis berkunjung.

Namun selain karena cuaca panas, pameran bisnis Shanghai World Expo juga menjadi faktor penyebab penurunan jumlah wisatawan di Inner Mongolia. (umi)

• VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar