Sabtu, 19 Februari 2011

Warga di Ponorogo 'Terteror" Suara Gemuruh

Sabtu, 19/02/2011 18:30 WIB

Warga di Ponorogo 'Terteror" Suara Gemuruh

Imam Wahyudiyanta - detikSurabaya



Surabaya - Warga beberapa kecamatan di Ponorogo yang tinggal di dekat Gunung Wilis merasa resah dan was-was selama 3 minggu belakangan ini. Pasalnya, warga merasa sangat terganggu dengan suara gemuruh dan dentuman yang tidak jelas berasal dari mana. Suara menggelegar itu didengar dan dirasakan warga setiap hari.

"Suaranya seperti suara gemuruh petir yang menggelegar. Sebenarnya suaranya
sampai ke Kota Ponorogo yang berjarak 40 km dari Gunung Wilis. Tetapi kami yang
berada di 3 kecamatan yang paling merasakan,"kata salah satu warga Kecamatan
Sooko, Didit Setiyono, saat dihubungi detiksurabaya.com, Sabtu (19/2/2011).

Suara itu, kata Didit, tidak hanya terdengar saja, tetapi juga dirasakan warga dalam bentuk getaran khususnya terhadap warga di Kecamatan Pudak yang lokasinya paling dekat dengan Gunung Wilis. Getaran tersebut mampu menggetarkan kaca-kaca rumah penduduk. Hal itu diakui oleh Narti, salah seorang warga Desa Bandarejo,
Kecamatan Pudak yang terkadang harus tidur di dekat pintu keluar atau teras untuk berjaga-jaga.

"Semuanya kita serahkan pada yang diatas. Itu untuk antisipasi saja," ujar Narti.

Adanya gangguan suara itu, kata Narti, belum mendapat tanggapan dari Pemkab Ponorogo. Baik Didit dan Narti menyesalkan sikap Pemkab tersebut yang tidak
memberitahukan informasi apa-apa ke warga sehingga berita yang jadi simpang
siur.

Jadinya, warga menduga jika suara gemuruh tersebut berasal dari Gunung Wilis yang sedang beraktivitas. Gunung itu sendiri menurut Didit sudah lama tidak beraktivitas. Aktivitas terakhir Gunung Wilis adalah di tahun '70 an atau lebih dari 40 tahun yang lalu.

"Setidaknya pemkab bisa memberitahukan kepada kami apa yang terjadi. Misalnya
jika benar itu dari Gunung Wilis, setidaknya kami diberitahu statusnya," tandas Didit.

Sementara Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung
mengatakan apa yang terjadi di Ponorogo sama dengan apa yang terjadi di
Trenggalek. Suara gemuruh dan dentuman tersebut bukanlah gempa vulkanik dan
tektonik, melainkan sebuah dampak dari terjadinya pergerakan tanah lambat atau
istilah teknisnya 'kriting'.

"Itu adalah gesekan antara tanah dengan kelembapan tinggi karena air hujan, dengan lapisan dalam yang kedap air. Gesekan dan gerakannya sangat lambat, makanya disebut pergerakan tanah lambat dan getarannya tidak begitu keras," ujar Kepala PVMBG, Surono.

Kejadian itu, kata Surono, biasanya akan selalu terjadi saat musim penghujan dan akan berhenti dengan sendirinya saat kemarau tiba.


(iwd/fat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar