Ancaman Gempa Bandung, Sesar Lembang Dipantau
ITB bekerja sama dengan JICA memantau terus pergerakan Sesar Lembang dengan GPS.
SABTU, 26 MARET 2011, 07:32 WIB
Indra Darmawan, Iwan Kurniawan
VIVAnews - Untuk mengantisipasi potensi gempa besar yang mengancam Kota Bandung, pihak ITB bertekad terus memantau pergerakan Sesar Lembang.
Pada acara Kuliah Umum Sesar Lembang dan Hubungannya Dengan Masyarakat Bandung, di Institut Teknologi Bandung, kemarin, pakar Geodesi ITB, Irwan Meilano menegaskan bahwa ITB bakal terus memantau pergerakan sesar Lembang menggunakan Global Positioning System (GPS), bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA).
Sebenarnya, menurut Irwan, ITB memang telah melakukan pengamatan Global Positioning System (GPS) di sekitar sesar Lembang, sejak 2006 lalu. Dari pengamatan itu, kecepatan laju geser dari sesar Lembang diketahui sekitar 2 milimeter per tahun.
Selain itu ITB juga akan membuat pendetailan pergerakan sesar Lembang agar dapat membuat skenario darurat jika terjadi bencana alam. Pendetailan tersebut, kata Iwan, harus didukung oleh para pemangku kepentingan (stakeholder) terkait, seperti pemerintah daerah, LSM dan organisasi lainnya.
Pakar gempa senior dari LIPI, Danny Hilman, setuju atas rencana pemetaan patahan secara detail. Menurut Danny ada dua skenario bencana, terkait patahan Lembang.Pertama, getaran akibat pergerakan berada di bawah tanah. Ini memberikan pengaruh luas, namun tidak terlalu berbahaya. Namun, ini sangat bergantung pada tingkat kedalaman getaran.
Kedua, patahan menyebabkan gempa di permukaan, yang dalam hal ini bisa merusak rumah. Karena gerakan patahan ini sukar diantisipasi, maka Danny mengusulkan agar sepanjang jalur patahan dihindari untuk didirikan rumah hunian, dan tanah di jalur patahan itu dibebaskan oleh negara.
Beberapa bangunan yang tepat berada di atas sesar Lembang antara lain adalah Observatorium Bosscha, Sesko AU, Sespim Polri, Detasemen Kavaleri TNI-AD, dan Restoran The Peak.
Daerah lain yang juga dilintasi Sesar Lembang adalah Gunung Palasari, Batunyusun, Gunung Batu & Gunung Lembang, Cihideung, dan Jambudipa bagian barat. Wilayah-wilayah tersebut merupakan wilayah pemukiman yang padat dan dapat berpotensi membahayakan.
“Tapi tanah di sekitarnya bisa dijadikan taman yang tidak berbahaya seperti kasus patahan San Andreas di California, AS,” Danny menjelaskan. Selanjutnya, kata Danny, gempa bumi memang sulit diprediksi.
Namun demikian, kawasan-kawasan rawan bencana gempa bumi telah diketahui dengan baik. Upaya selanjutnya, adalah bagaimana mempersiapkan diri jika gempa tersebut benar-benar datang.
Pakar Geologi ITB Budi Brahmantyo menambahkan, pemerintah harus melakukan sosialisasi dan melakukan berbagai simulasi untuk mengantisipasi besarnya korban yang jatuh. Karena biasanya, kata Budi, masyarakat Indonesia mudah lupa terhadap suatu peristiwa. (umi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar