Laut Timor
Jakarta, 6 November 2009, Hari ini WALHI kembali melakukan aksi kampanye di depan gedung kedutaan Australia, aksi ini berlangsung bertepatan dengan pembukaan confrensi COP15 di Copenhagen, Denmark hari ini. Dalam aksi ini WALHI menyuarakan aspirasi masyarakat Timor yang merasa di rugikan atas pencemaran laut mereka. Pencemaran laut yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat Timor, selain itu hasil laut Timor menjadi rusak.
Dalam aksi ini Pius Ginting manager kapanye tambang WALHI mengatakan “Kawasan laut Timor kembali tercemar pada tanggal 21 Agustus 2009. Terjadinya ledakan dari Ladang Montara di Blok West Atlas, Laut Timor, perairan Australia posisi 12041’S/124032’ sehingga mengakibatkan tumpahan minyak. Akibatnya sumberdaya laut menjadi terancam” jelasnya.Lebih lanjut Pius menjelaskan Informasi Australian Maritime Safety Authority (AMSA) menyebutkan tumpahan minyak dari The Montara Well Head Platform telah memasuki wilayah perairan Nusa Tenggara Timur (NTT) sekitar 51 mil laut tenggara Pulau Rote, Kabupaten Rote Ndao. Diperkirakan sekitar 500.000 liter/hari minyak mentah yang keluar.
Dalam aksi ini Lita Mamonto selaku manager pesisir laut WALHi juga menjelaskan, Kebocoran minyak yang mencemari Laut Timor kian mencemaskan. Akan tetapi, upaya pencegahan pencemaran dilakukan PT. TEP Australasia dengan menyemprotkan dispersant telah mencemari permukaan dan bagian laut dalam. Ironis hingga saat ini belum ada penanganan serius baik oleh Pemerintah Indonesia, Pemerintah Australia dan PTTEP Australasia. Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) dan Ocean Watch yang sejak awal berulang kali menyerukan pelbagai upaya pencegahan dampak akibat pencemaran, sangat menyesalkan hal ini. “Karenanya kami merasa penting untuk mendesak pemerintah Australia atas terjadinya pencemaran sumber daya laut Timor” jelas Lita
Atas dasar hal tersebut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), mendesak pemerintah Indonesia untuk segera: pertama, mengidentifikasi dampak terhadap masyarakat yang terkena dampak langsung oleh tim independen dan segera menyediakan layanan kesehatan. Kedua, membentuk tim independen yang melibatkan ahli geologi, ahli lingkungan independen, Pemda Provinsi Nusa Tenggara Timur, pemda kabupaten yang wilayahnya terkena dampak, tokoh masyarakat yang dipercaya dari Indonesia dan Australia. Ketiga, merancang pencegahan yang lebih komprehensif agar pencemaran tidak meluas. Keempat, mendesak tim nasional yang dibentuk pemerintah pusat untuk segera mengumumkan hasil penelitian atas pencemaran dan dampak yang ditimbulkan. Dengan demikian, Indonesia tidak saja berharap dari data yang diberikan pemerintah Australia. Kelima, selain ancaman pencemaran, juga nelayan sering ditahan patroli keamanan laut Australia akibat tidak diakui dan dilindungi oleh negara. Sehingga perlu menyegerakan penyelesaian sengketa perbatasan Indonesia-Australia sesuai dengan UNCLOS 1982 dan penghapusan segala produk hukum yang bertentangan dengan konvensi tersebut.
Dalam aksi yang berlangsung selama 30 menit sebanyak 15 orang aktifis WALHI menyampaikan aspirasi mereka sempat di Introgasi aparat kepolisian yang melakukan pengawalan terhadap aktifis yang melakukan aksi di depan gedung kedutaan Australia. Aksi berakhir sekitar pukul 11.00 siang ini.
(MR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar