Rabu, 09 Maret 2011

Letusan Terhebat Gunung 'Brahma’

Letusan Terhebat Gunung 'Brahma’
"Bromo meletus dalam waktu yang lama, 3,5 bulan, pada 1995. Yang sekarang hampir 4 bulan."
RABU, 9 MARET 2011, 00:09 WIB
Elin Yunita Kristanti

VIVAnews – Meski tak sefenomenal letusan Merapi tahun 2010 lalu, erupsi Gunung Bromo pada hari ini, Selasa, 8 Maret 2011. jauh lebih besar dibandingkan dengan letusan gunung tersebut di masa-masa lampau.

"Belum pernah Bromo meletus sebesar dan selama ini," kata Surono, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), saat dihubungi VIVAnews.com di Jakarta, 8 Maret 2011.

Sejak ditetapkan berstatus Siaga pada Selasa 23 November 2010, dan menjadi Awas kurang dari 24 jam berikutnya, gunung itu terus menggeliat. Hingga kini gunung tersebut masih mengeluarkan abu dan lava pijar.

Gunung Bromo yang namanya diambil dari 'Brahma' atau Dewa Utama Agama Hindu pernah erupsi besar tiga kali selama abad ke-20, dengan interval waktu 30 tahun. Sebelumnya, letusan terbesar Bromo terjadi pada 1974.

Menurut Kepala Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunung Api, M Indrasto, kondisi Bromo fluktuatif "Sempat turun, tapi dua hari ini sedikit-sedikit naik. Fluktuatif tidak apa-apa, tapi diharapkan terus menurun,” kata dia kepada VIVAnews.

Ketinggian maksimal abu Bromo sekitar 800 meter, cenderung bergerak ke arah timur. Sementara lava pijar menyembur sampai ketinggian 300 meter. Lava pijar Bromo jatuh di sekitar kawah dalam radius 500 meter.

Indrasto mengakui, letusan Bromo kali ini berlangsung lama. "Pernah Bromo meletus dalam waktu yang lama, 3,5 bulan pada 1995. Kalau yang sekarang sudah hampir empat bulan," kata dia. Kapan Bromo balik lagi ke normal? "Itu yang kami tidak tahu," jawab Indrasto.

Masyarakat Bromo diimbau tidak mendekat ke kawah Bromo dalam radius dua kilometer. "Tidak ada apa-apa asal tidak mendekat," tutur dia. Penduduk juga diimbau beraktivitas seperti biasa dan tidak mudah terpancing dengan isu-isu yang beredar. Jika ragu, masyarakat bisa langsung menghubungi pos pengamatan terdekat atau menghubungi nomor telepon pos.

Untuk menjaga kesehatan, penduduk juga diharapkan memakai masker, sebab, meski sedikit, abu gunung berbahaya bagi kesehatan. Juga diminta rajjin-rajin membersihkan genteng rumah yang terkena abu, agar tidak ambrol.

Bromo tak hanya berdampak bagi penduduk sekitarnya – menyesakkan nafas, membuat tanaman mati, atau banjir lahar dingin. Pada akhir Januari 2011 abu Bromo sempat menggangu penerbangan sejumlah maskapai asing, dari Australia, Hong Kong, dan Singapura, dari dan menuju Bali.

Doktor Andrew Tupper dari Volcanic Ash Advisory Centre menjelaskan, saat itu, cuaca basah dan hujan telah meniup abu Bromo tepat di jalur penerbangan.

"Angin Muson membawa asap letusan Bromo ke langit Bali, di saat itulah abu yang mengelilingi awan itu mengganggu penerbangan dari dan ke Bali," kata Tupper, seperti diberitakan situs ABC.

Menurut Tupper, kondisi ini masih dalam kategori moderat. "Ketinggian abu sekitar 5,5 kilometer di atas permukaan air laut. Ini bisa mengganggu beberapa penerbangan, namun masih kalah besar dibandingkan dengan abu Merapi akhir tahun lalu," kata dia.

***

Tak hanya Bromo dan Gunung Ibu, yang berstatus Siaga sejak 2008, yang terus dipantau. Pemerintah juga telah menetapkan tiga gunung, yakni Gunung Tambora, Pusuk Buhit di Toba, dan Krakatau. Ketiganya punya sejarah fenomenal, megaletusan yang dampaknya sampai ke seluruh dunia.

"Tambora pernah meletus hebat pada 1815 dan dirasakan sampai Eropa. Tahun itu, tak ada musim panas, sehingga terjadi kelaparan hebat di Eropa. Kami belajar dari situ," kata Surono saat dihubungi VIVAnews.com di Jakarta, Selasa 8 Maret 2011.

Sejarah mencatat, pada 10 April 1815, Gunung Tambora di Sumbawa meletus dahsyat. Terbesar dalam sejarah. Getarannya mengguncangkan bumi hingga jarak ratusan mil.

Jutaan ton abu dan debu muncrat ke angkasa. Akibatnya sungguh dahsyat, tak hanya kehancuran dan kematian massal yang terjadi wilayah Hindia Belanda, efeknya bahkan mengubah iklim dunia. Petaka dirasakan di Eropa dan Amerika Utara. Tahun 1816 dijuluki'The Year without Summer', tak ada musim panas di tahun itu.

Letusan Tambora juga mengakibatkan gagal panen di China, Eropa, dan Irlandia. Hujan tanpa henti delama delapan minggu memicu epidemi tifus yang menewaskan 65.000 orang di Inggris dan Eropa. Kelaparan melumpuhkan di Inggris.

Gunung Tambora


Sementara, Krakatau meletus pada pada 27 Agustus 1883 sekitar pukul 10.20 dengan kekuatan 13.000 kali bom atom yang meluluhlantakkan Hiroshima dan Nagasaki. Salah satu letusan gunung api paling kolosal sepanjang sejarah.

Saat itu, suara letusan Krakatau terdengar sampai Madagaskar dan Australia. Dua pertiga bagian gunung tenggelam ke dasar laut, dan menciptakan gelombang tsunami yang menewaskan puluhan ribuan orang. Pasca letusan, Krakatau ambles dan di dekatnya muncul gunung baru, Anak Krakatau.

Anak Krakatau adalah satu dari 100 gunung berapi yang terus dipantau NASA melalui satelit Earth Observing-1 atau EO-1.

NASA: Anak Krakatau November 2010

Sedangkan Gunung Toba, meletus 70.000 tahun yang lalu. Letusan itu diyakini sebagai yang terbesar dalam kurun waktu 2 juta tahun terakhir.

Seperti dimuat situs Badan Antariksa AS, NASA, dalam waktu sekitar dua minggu, ribuan kilometer kubik puing dimuntahkan dari Kaldera Toba di Sumatera Utara. Aliran piroklastik, awan yang merupakan campuran gas panas, serpihan batu, dan abu, mengubur wilayah sekitar 20.000 kilometer persegi di sekitar kaldera.

Di Pulau Samosir, tebal lapisan abu bahkan mencapai 600 meter. Abu Toba juga menyebar ke seluruh dunia. Di India misalnya, abu ketebalan abu sampai 6 meter.

Paska letusan, Gunung Toba kolaps, meninggalkan kaldera moden yang dipenuhi air, menjadi Danau Toba. Sementara, Pulau Samosir terangkat oleh magma di bawah tanah yang tidak meletus. Gunung Pusuk Buhit di dekat danau itu juga terbentuk pasca letusan.

Kaldera Toba

Menurut Surono, pemantauan terhadap tiga gunung tersebut punya arti penting: jika terjadi letusan dahsyat seperti itu, baik di Tambora maupun gunung-gunung lain, antisipasi sudah dilakukan.

• VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar