VIVAnews - Tahun meteorologi 2010, yang berakhir 30 November lalu adalah tahun terpanas sepanjang 130 tahun terakhir. Kesimpulan itu dilansir oleh NASA. Badan antariksa Amerika Serikat itu mencatat bahwa rata-rata temperatur global baik di darat ataupun laut mencapai 14,64 derajat Celcius.
Dibanding tahun 1951 dan 1980, periode yang umum digunakan oleh ilmuwan sebagai basis perbandingan, tahun 2010 tercatat lebih panas hingga 0,65 derajat Celcius.
Suhu tahun 2010 juga sedikit di atas tahun terpanas sebelumnya yakni tahun 2005. Ketika itu temperatur di seluruh dunia secara rata-rata mencapai 14,53 derajat Celcius.
“Faktor pemicu utama peningkatan suhu adalah kawasan Arktik. Pada November, temperatur di kawasan kutub utara itu 10 derajat Celcius di atas normal,” kata James Hansen, klimatolog NASA dan Director Goddard Institute, seperti dikutip dari keterangannya, 12 Desember 2010.
Di bulan itu, kata Hansen, es di lautan kutub utara tidak ada. Padahal umumnya, pada periode November, perairan Arktik adalah gudang bongkahan es.
Perairan yang tidak dipenuhi es menyerap lebih banyak radiasi matahari dibanding perairan yang diliputi oleh es. Sebab, kata James, es mampu memantulkan kembali sebagian radiasi ke ruang angkasa.
Sebelumnya pada Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim, yang digelar Desember 2009 lalu, badan cuaca Perserikatan Bangsa-Bangsa, World Meteorological Organization (WMO) melansir bahwa dekade lalu merupakan masa terpanas sejak 1850, dan tahun 2009 menjadi salah satu dari lima tahun dengan iklim paling panas.
“Dekade 2000-2009 kemungkinan besar merupakan dekade yang memecahkan rekor sebagai dekade paling panas, lebih panas dibanding tahun 1990-an, 1980-an, dan dekade lainnya,” kata Michel Jarraud, sekretaris jenderal WMO dalam sebuah konferensi pers.
Tahun 2009 menjadi tahun kelima paling panas, menggantikan tahun 2003. Menurut badan antariksa NASA, urutan tahun terpanas sejak 1850 adalah tahun 2005, 1998, 2007, 2006, dan kemudian tahun 2009.
Nah, dari data yang dihimpun NASA diketahui bahwa tahun 2010 suhu rata-rata global jauh lebih panas dibanding tahun-tahun itu.
Sudah Diramal
Bencana alam yang terjadi di sejumlah kawasan di seluruh dunia, seperti Pakistan, China, Rusia, Jepang, dan melelehnya es di Arktik sebenarnya sudah diprediksi oleh The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) beberapa tahun lalu.
Pakistan dilanda hujan terus-menerus sehingga banjir, sementara Rusia mengalami cuaca paling panas dalam 1.000 tahun terakhir. Kejadian-kejadian sepanjang Juli sampai Agustus 2010 ini telah diprediksi ilmuwan cuaca.
Saat ini para ilmuwan sedang berupaya mencari cara yang paling akurat guna memprediksi cuaca ekstrem ini. Pada Agustus lalu para ilmuwan itu menggelar rapat yang disponsori Perserikatan Bangsa-bangsa, Amerika Serikat dan Inggris.
“Tak ada lagi waktu yang boleh terbuang karena rakyat harus disiapkan untuk menghadapi pemanasan global,” kata Peter Scott, klimatolog pemerintah Inggris.
Pada 2007 IPPC telah memprediksi bahwa peningkatan temperatur akan menghasilkan gelombang panas dan hujan yang intens. Dalam laporan yang menghasilkan penghargaan Nobel, IPPC melaporkan bahwa tahun 2007 sebuah peningkatan gelombang panas telah terdeteksi.
Suhu Ekstrim di 2010
Di Rusia, untuk pertama kalinya suhu Moskow mencapai 37,8 derajat Celcius. Panas setinggi itu membakar hutan dan mengeringkan lahan gambut yang lalu mudah terbakar. Rusia dikepung kabut asap beracun. Kematian 700 jiwa per hari.
Sebelumnya, tahun 2007, laporan IPCC memprediksi bahwa bencana kekeringan di Rusia akan meningkat dua kali dan kemungkinan kebakaran selama bertahun-tahun. Rusia juga disebut akan kehilangan hasil pertanian.
Di Pakistan, hujan lebat terus-menerus selama 36 jam membuat sungai Indus di Pakistan meluap. Diperkirakan 14 juta rakyat Pakistan dihantam banjir. Pemerintah Pakistan menyebutnya bencana terburuk dalam sejarah bangsa itu.
Padahal, di tahun 2007, IPPC sudah melaporkan bahwa akan terjadi hujan terlebat selama 40 tahun terakhir di utara Pakistan dan memprediksi banjir dahsyat akan melanda bagian selatan Asia ini.
Di China, negara berpopulasi terbesar di dunia, dilanda banjir yang disebut terburuk selama satu dekade terakhir, terutama di provinsi di barat laut, Gansu. Banjir dan longsor menewaskan 1.117 orang dan melenyapkan 600 orang.
Dalam laporan tahun 2007, IPPC menyatakan hujan meningkat di barat laut China 33 persen dibanding 1961. Banjir di sekujur negeri itu meningkat tujuh kali dibanding 1950. Dan banjir akan sering terjadi di abad ini.
Selain banjir, China juga dilanda suhu ekstrim pada 5 Juli 2010. Menurut laman harian The Daily Mail, temperatur di Beijing bahkan sudah lebih dari 40 derajat Celcius pada hari itu. Menurut data dari Badan Meteorologi Nasional China (NMC), level itu merupakan yang tertinggi sejak 1951.
Di Jepang, hawa panas yang melanda, setidaknya telah menelan korban jiwa sebanyak 66 orang dan membuat 15 ribu orang harus dirawat di rumah sakit -- mereka terserang penyakit karena suhu udara yang terlalu tinggi.
Wilayah Jepang terpanggang sejak musim hujan berakhir di awal Juli. Menurut badan meteorologi Jepang, seperti dikutip dari laman Straits Times, suhu udara melonjak mencapai 35 derajat Celcius.
Di kawasan Arktik, sebuah bongkahan es seluas 260 kilometer persegi terlepas dan mengapung di barat laut Greenland. Bongkahan es ini adalah bongkahan terbesar sepanjang sejarah yang memisahkan diri dari Arktik. Es yang mencair itu juga menyebabkan kenaikan permukaan air laut.
Sebagai akibat dari ekspansi cuaca panas ke kawasan kutub, kenaikan permukaan air laut di seluruh dunia mencapai 3,4 milimeter per dekade. Kenaikan ini mencapai dua kali lipat dibanding angka di abad 20.
Krisis Makanan
Menurut Arif Satria, Ketua Umum Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI) dalam keterangannya, 23 Oktober 2010, secara global kenaikan harga pangan dunia mencapai 35%. Pemerintah diminta bergerak cepat mengatasi ancaman krisis pangan yang akan melanda dunia tahun depan.
Krisis pangan disebabkan oleh melambungnya harga bahan pangan, kegagalan pangan di berbagai negara dan cuaca ekstrim. Sebagai contoh, kata Arif yang juga Dekan Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB, harga benih jagung naik hingga 36%, harga benih gandum yang mencapai 72%. Sedangkan pupuk melonjak hingga 59% dan harga pakan 62%.
Menurut Arif, cuaca ekstrim di berbagai belahan dunia seperti gelombang panas dan kebakaran hutan di Rusia (Juni 2010), banjir akibat hujan lebat di Pakistan, longsor akibat hujan lebat di China (7 Agustus 2010), pecahnya es di Greenland (5 Agustus 2010), kekeringan dan kebakaran di Australia, suhu panas di Amerika merupakan pemicu krisis pangan.
“Bahkan sampai pertengahan tahun depan, intensitas dan frekuensi kejadian cuaca ekstrim akan lebih sering terjadi. Perubahan iklim global diproyeksikan akan berdampak pada produksi pangan. Saat ini negara-negara produsen cenderung mengamankan produksinya untuk kebutuhan dalam negeri,” ujar Arif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar