JAKARTA, KOMPAS.com - Sebuah dokumen yang diduga sebagai bocoran draft Copenhagen Agreement beredar di kalangan delegasi COP-15 dan media pada Selasa (8/12/2009) tengah malam atau Rabu pagi waktu Indonesia. Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) bila isinya benar, dokumen ini menunjukkan ketidakseriusan Negara Annex-I dalam menurunkan emisi karbonnya. Selain itu terlihat pula adanya pengabaian terhadap tuntutan negara berkembang sementara upaya-upaya yang dilakukan tampaknya masih jauh dari penyelesaian bahkan terjebak dalam skema perdagangan karbon.
Dikatakan WALHI dalam rilis yang diterima Kompas.comKamis (10/12/2009), teks berjudul DRAFT 271109 Decision 1/CP.15 Adoption of The Copenhagen Agreement Under the United Nations Framework Convention on Climate Change ini diduga disusun AS dan Denmark sejak lama dan difinalkan dalam ruang tertutup “Green Room”.
"Teks ini sama sekali tidak menyebut angka target pengurangan emisi negara maju pada tahun 2020. Baru pada tahun 2050 disebutkan bahwa negara maju akan memangkas emisi 80 persen di bawah tahun 1990. Selain itu, dia membuka kredit karbon sebagai offset pengurangan emisi domestik yang sifatnya suplemen. Namun, tidak ada quota yang jelas berapa besar toleransi offset diberikan. Dalam hal ini, meskipun sifatnya suplemen, boleh jadi kredit offset bisa mendekati 50 persen dari upaya mengejar target pengurangan agregat emisi nasional negara maju," demikian bunyi rilis itu.
Menurut WALHI, draf Copenhagen Agreement tidak memperhatikan dengan serius peringatan para ilmuwan yang mengatakan bumi tidak akan terselamatkan dari bahaya perubahan iklim jika temperatur naik mencapai 2 derajat Celsius dari suhu sebelum revolusi Industri.
"Indonesia sebagai negara kepulauan akan menanggung dampak yang sangat besar dengan apa yang akan diputuskan. Hasil kesepakatan yang tidak adil akan mengancam hilangnya 17.000 pulau akibat kenaikan permukaan laut. Saat ini saja, kenaikan permukaan laut di Jakarta mencapai 4.38 mm per tahun. Bila tidak ada kesepakatan yang mengikat negara-negara maju untuk mengurangi emisi karbonnya secara signifikan, Indonesia akan tenggelam," lanjut pernyataan itu.
Agar dunia terhindar dari bahaya tersebut, para ilmuwan merekomendasikan agar negara-negara industri maju setidaknya harus mengurangi emisinya sebanyak 40 persen dari tingkat tahun 1990 pada tahun 2020. Para aktivis organisasi non pemerintah pun mendukung usulan ini, seperti Friends of the Earth Internasional telah menggalang petisi secara internasional yang kini jumlahnya mencapai lebih dari 32.000 orang.
Sementara Berry Nahdian Forqan, Direktur Eksekutif Nasional WALHI, mengatakan bahwa sekarang adalah saat negara-negara di dunia harus memperlihatkan komitmennya menurunkan emisi tanpa embel-embel apapun termasuk offseting. "Karena kalau tidak sekarang maka akan sangat terlambat," ujarnya.
Editor: wsn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar