Rabu, 24 November 2010

Kisah Horor di Tengah Lautan Manusia

Kisah Horor di Tengah Lautan Manusia
Sejumlah korban yang selamat rata-rata mengaku larut dalam kepanikan.
SELASA, 23 NOVEMBER 2010, 13:33 WIB
Renne R.A Kawilarang
Massa di Kota Phnom Penh, Kamboja, berdesak-desakan dalam suatu festival (AP Photo/Heng Sinith)

VIVAnews - Suasana duka tengah melanda penduduk di ibukota Kamboja, Phnom Penh, menyusul tragedi dalam suatu festival tahunan pada Senin malam, 22 November 2010. Festival itu berakhir rusuh sehingga menewaskan sedikitnya 349 orang dan melukai ratusan lainnya.

Sejumlah media massa internasional mengungkapkan kesaksian sejumlah korban yang terluka. Mereka merasa beruntung bisa selamat setelah sempat terjebak dalam lautan manusia, yang saat itu berkumpul di suatu pulau kecil untuk merayakan hari terakhir festival air, yang berlangsung selama tiga hari.

Pihak berwenang masih menyelidiki penyebab kerusuhan itu. Namun, sejumlah korban yang selamat rata-rata mengaku larut dalam kepanikan akibat berbagai isu, seperti adanya tawuran antara kelompok preman, kabel listrik yang putus, maupun adanya sejumlah orang yang terjatuh. Kerusuhan pun tidak terhindarkan saat banyak orang berebut keluar dari pulau yang menjadi lokasi festival.

Seorang korban, Chin Chenda, mengungkapkan peristiwa mengerikan itu kepada harianThe New York Times. "Tadinya kami takut terkena kabel listrik. Setelah itu saya terjatuh dan tertimpa banyak orang. Saya berteriak, 'Tolong saya,'" kata Chin. Gadis berusia 16 tahun itu pasrah bahwa ibu dan sepupunya tewas akibat kerusuhan itu.

Seorang bocah 12 tahun, Meoun Ly Heang, mengaku pergi bersama kakak perempuannya yang berusia 22 tahun ke festival tanpa pamit kepada orang tua. Mereka berdua turut terjepit di tengah kerumunan massa.

Meoun masih ingat kata-kata terakhir kakaknya, yang tidak bisa selamat. "Dia bilang, 'Tolong jangan injak saya,'" kata Meoun.

Para korban tewas rata-rata kehabisan nafas maupun terinjak-injak sehingga menimbulkan luka dalam saat terhimpit di tengah lautan massa. Menurut pihak berwenang, puluhan korban tewas rata-rata masih berusia 20-an tahun.

Kepada stasiun televisi al-Jazeera, seorang saksi bernama Chea Srey Lak mengaku melihat seorang ibu berusia 60 tahun yang sudah tergeletak tak bernyawa karena terinjak banyak orang.

"Banyak tangisan dan jeritan di mana-nama. Namun tidak ada yang membantu. Kita semua cuma berlari," kata Chea. Perempuan 27 tahun itu menderita luka-luka di bagian kaki dan tangan.

"Ini merupakan tragedi terbesar yang kami alami dalam kurun waktu 31 tahun, atau sejak tumbangnya rezim Khmer Merah," kata Perdana Menteri Hun Sen, Selasa pagi, seperti dikutip kantor berita Associated Press.

Selain memerintahkan investigasi menyeluruh, Hun Sen mencanangkan Kamis esok sebagai hari berkabung nasional. Pemerintah pun berjanji memberikan bantuan pemakaman bagi korban tewas dan santuan bagi mereka yang terluka.

Pihak berwenang memperkirakan bahwa festival air di Phnom Penh, yang berlangsung selama tiga hari, diikuti hingga dua juta orang. Festival bernama Bon Om Touk itu untuk merayakan akhir musim hujan.

Atraksi utama festival itu adalah perlombaan perahu tradisional dan juga dimeriahkan pertunjukan musik dan pameran. (umi)

• VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar