Pilih-pilih dalam menikmati hidangan laut
OLEH AGUNG DWI CAHYADI | KAMIS, 13 JANUARI 2011 | LINGKUNGAN
Mothy/Fotokita.net
Penggemar masakan hidangan laut disarankan untuk lebih berhati-hati dalam memilih hidangan. Pasalnya, dunia saat ini tengah mengalami krisis perikanan yang memengaruhi ketahanan pangan yang bersumber dari laut.
Kondisi itulah yang membuat WWF Indonesia mengambil inisiatif untuk sosialisasi gerakan konsumsi hidangan laut secara selektif melalui acara diskusi bertajuk Choose Your Seafood Right! di @america, Pacific Place, Jakarta, Rabu (12/1).
Dalam acara itu, WWF menawarkan sebuah panduan bernama Seafood Guide dalam mengkonsumsi hidangan laut. Seafood Guide membagi ikan yang dapat dikonsumsi dalam kelompok aman, kurangi, dan hindari berdasarkan kondisi populasi dan cara penangkapannya.
Menurut WWF, panduan tersebut dibuat bukan untuk melarang atau membatasi konsumsi hidangan laut. Akan tetapi, Seafood Guide merupakan salah satu acuan untuk menikmati hidangan laut dengan lebih bertanggung jawab. Produk hidangan laut Indonesia, juga di negara lain, terancam ketahanan, keamanan, dan keberlanjutannya akibat rusaknya ekosistem perikanan laut. "Ancaman berasal dari beberapa kegiatan penangkapan seperti destructive fishing, overfishing, dan by-catch," kata Hafiz dari WWF Indonesia.
Permintaan tinggi akan berbagai jenis ikan karang seperti kakap, baronang, ekor kuning, tuna, kepiting, udang hingga lobster membuat para nelayan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sumber daya laut tersebut. Cara yang ditembuh adalah penggunaan bom atau racun sianida. Cara penangkapan yang seperti ini merusak ekosistem perikanan, termasuk terumbu karang, yang berujung pada berkurangnya populasi ikan karang.
Kerusakan terumbu karang yang menjadi tempat tinggal dan berkembang biak berbagai biota laut termasuk ikan, terus meningkat. Menurut laporan Reef at Risk (2002), Indonesia adalah salah satu negara dengan status terumbu karang yang paling terancam. Dari total 60.000 kilometer persegi luas terumbu karang di Indonesia, 30% berada dalam keadaan rusak, 40% dalam kondisi sedang, 25% kondisinya baik, dan hanya 5% yang dalam kondisi amat baik. Demikian hasil penelitian yang dilakukan LIPI.
WWF Indonesia juga mencermati masalah penangkapan berlebihan. Tingkat eksploitasi ikan di daerah tertentu sangat tinggi, tidak seimbang dengan kemampuan ikan untuk melakukan regenerasi. Menurut Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, perairan Indonesia yang sudah mengalami penangkapan berlebihan adalah Laut Jawa, Selat Malaka, dan Selat Karimata. Tahun lalu, Laut Arafura juga masuk ke dalam kawasan dengan penangkapan ikan yang berlebihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar