Awan 'Petruk' dan Perintah Meninggalkan Keburukan
Nurvita Indarini - detikNews
Petruk merupakan tokoh punakawan dalam pewayangan Jawa. Dia berasal dari keturunan atau trah Witaradya. Bersama 3 tokoh lainnya yakni Semar, Gareng, dan Bagong, dikenal sebagai punakawan. Mereka mengabdi kepada pandawa, tokoh-tokoh protagonis dalam kisah Mahabarata. Meski demikian punakawan ini tidak ada dalam kitab Mahabarata.
Sunan Kalijaga-lah yang kemudian menciptakan figur-figur tersebut dalam pewayangan sebagai media penyebaran agama Islam di Jawa kala itu. Nama Petruk berasal dari kata dalam bahasa Arab, Fatruk. Arti harfiahnya adalah meninggalkan atau menyingkirkan tindakan buruk yang telah menjadi larangan Tuhan.
"Petruk itu asal namanya berasal dari kata Fatruk yang artinya tinggalkan. Ketika muncul awan yang penampakannya mirip Petruk, banyak penafsiran yang muncul," kata sastrawan Jawa modern, Suwardi Endraswara, dalam perbincangan dengan detikcom, Selasa (2/11/2010).
Dikatakan dia, ada sebagian masyarakat yang menafsirkan kemunculan awan Petruk yang menghadap ke selatan adalah perintah untuk meninggalkan. Maksud meninggalkan di sini ada banyak, meninggalkan yang jelek-jelek agar Tuhan tidak marah, atau meninggalkan daerah lereng Merapi yang masih berbahaya.
Bagi sebagian masyarakat, Gunung Merapi ditunggui oleh sosok bernama Mbah Petruk. Petruk hingga kini berkonotasi positif bagi sebagian masyarakat Jawa.
"Petruk itu dikenal lomo atau suka memberi. Makanya disebut juga kanthong bolong karena suka memberi kepada orang lain. Sah-sah saja orang mau menafsirkan (awan Petruk) seperti apa," lanjut Suwardi.
Disampaikan dia, tidak hanya Merapi saja yang dikaitkan dengan keberadaan sosok yang dimitoskan. Misalnya saja Gunung Tidar yang dikaitkan dengan Semar.
"Sah-sah saja kalau ada yang memunculkan mitos, karena bagaimanapun itu sudah menjadi bagian dari budaya. Sah-sah juga mau menafsirkan seperti apa, karena satu mitos bisa 1.000 tafsir. Saya paham, bagi sebagian masyarakat, mitos itu sengaja dimunculkan untuk menenangkan diri saat ada ancaman bahaya," terang Suwardi.
Suswanto (40), warga Srumbung, Magelang, mengabadikan awan yang berbentuk Petruk dengan bidikan kamera ponselnya pada Senin 25 Oktober selepas subuh. Sebagian sesepuh di desa tersebut mengartikan itu sebagai tanda bahwa akan ada letusan Merapi yang besar. Kepala Mbah Petruk yang menghadap ke selatan artinya musibah akan terjadi di Yogyakarta dan sekitarnya.
Sedangkan Ponimin yang disebut-sebut menjadi pengganti Mbah Maridjan sebagai juru kunci Merapi menyatakan bahwa sosok mirip Petruk itu merupakan salah satu penunggu Merapi. Menurutnya, hidung Petruk yang menghadap Yogyakarta mengandung arti Merapi mengincar Yogyakarta. Dia beralasan, di Yogya banyak orang-orang tidak baik karena itulah menjadi incaran Merapi. Para penunggu Merapi marah dengan kondisi masyarakat.
Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Subandriyo menilai asap berbentuk Petruk itu tidak ada arti apa-apa. "Asap seperti itu bisa berbentuk apa saja. Kalau ada yang mengatakan itu pertanda akan ada letusan yang lebih besar saya rasa itu hanya mitos saja," ujar Subandriyo.
Subandriyo menuturkan, bentuk-bentuk seperti itu (mirip Petruk) memang bisa terjadi akibat adanya kombinasi bayangan. Seperti pada letusan Merapi pada tahun lalu, asap letusan juga pernah menyerupai patung manusia.
(vit/nrl)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar